KAMANG DIMASA PERANG PADERI.
Kamang adalah sebuah nagari yang letak geografisnya membujur
di kaki bukit barisan, dibagian timur laut Kabupaten Agam sekarang ini. Dari
data sejarah yang diperoleh. Pada zaman
Paderi daerah Kamang dan nagari sekitarnya sudah terkenal kerevolusionernya
menentang penjajah. Disini kita membicarakan kamang sebagai lokasi peristiwa,
maka hal ini jelas tidak terlepas dari keterlibatan banyak pihak/orang lain
dari luar kamang yang mendudukung peristiwa tersebut. Untuk tidak menimbulkan
salah pengertian bagi pembaca, terutama para generasi muda, mana Kamang yang
dimaksud. Yang menjadi obyek sejarah disini adalah Kamang yang ada pada waktu
itu yakni Kamang Hilir sekarang. Bukan Kamang sebagai sebutan seperti sekarang
ini (Kamang Hilia dan Kamang Mudiak). Adanya sebutan Kamang Hilir dan Kamang
Mudik dimulai pertengahan tahun 1949. Dimana pada waktu itu perang untuk
mempertahankan kemerdekaan sedang berkecamuk. Entah apa tujuannya, diantara
tokoh-tokoh yang hanya mengatasnamakan anak nagari, antara lain Saibi
St.Lembang Alam (Nagari Kamang), Ak.Dt Gunung Hijau (Nagari Surau Koto Samiak),
Patih A, Muin Dt.Rky.Maradjo (Nagari Surau Koto Samiak), dalam suatu rapat di
Anak Air Dalam Koto Kamang, sepakat untuk menambah Hilir dibelakang Kamang, sehingga menjadi Kamang Hilir, sedang Nagari Surau Koto Samiak dirobah menjadi Kamang Mudik. Untuk kita ketahui nama
perobahan Nagari sebelum bernama Kamang Hilir dan Kamang Mudik dapat dilihat
sebagai berikut :
KAMANG HILIR:
Sejak ada keberadaannya s/d 1913 bernama Kamang
Tahun 1913 s/d Tahun 1945 bernama Aua Parumahan
Tahun 1945 s/d Tahun 1949 bernama Kamang
Tahun 1949 s/d sekarang bernama Kamang Hilir
KAMANG MUDIAK
…………... s/d Tahun 1913 bernama Bukik (Pauh-Bansa)
Tahun 1913 s/d Tahun 1949 bernama Surau Koto Samiak
Tahun 1949 s/d sekarang bernama Kamang Mudik.
Pada awal abad ke 19 Kerajaan
Minangkabau mengalami Dekadensi Moral, para bangsawan yang mabuk kesenangan
membolehkan kebiasaan judi, nyabung ayam dan perbuatan bid’ah lainnya.
Bersamaan pada waktu itu sekembalinya 3 orang Haji dari Mekah yaitu Haji
Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang pada tahun 1803. mereka bersepakat untuk
mengadakan perobahan di tanah Minang, dengan pokok perjuangan adalah meletakan
dasar-dasar kehidupan masyarakat Minangkabau diatas pondasi Al- Qur’an dan
Hadist. Perjuangan golongan Agama ini ditentang oleh kaum adat yang ingin
memakai kebiasaan lama. Terjadilah pertentangan golongan adat dengan golongan
agama. Golongan adat mendapat bantuan dari pemerintah Belanda. Namun akhirnya
setelah perang terbuka, golongan adat dan golongan agama sama-sama berjuang
untuk melawan belanda.
Nama Nagari
Kamang mulai dicatat sejarah setelah terjadinya gerakan pemurnian ajaran agama
di Minangkabau. Gerakan ini dipelopori oleh Tuangku nan Tuo dari Cangkiang
Ampek Angkek dan mengambil bentuk yang lebih tegas menjadi Gerakan Padri
setelah Tuangku Nan Renceh mendapat kawan sepaham dengan Haji dari Mekah yaitu
Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang pada tahun 1803. Dari data sejarah
yang diperoleh, Tuangku Nan Renceh berasal dari Bansa-Pauh (Nagari Bukik =
sekarang Kamang Mudiak). Tuangku Nan Renceh bersama-sama dengan 7 orang Tuangku
lainnya; Tuangku Koto Tuo, Tuangku Lubuak Aua dari Canduang, Tuangku Galuang
dari Sungai Pua, Tuangku Ladang Laweh, Tuangku Barapi juga dari Bukik Canduang,
Tuangku Biaro dan Tuangku Kapau, berhasil membentuk suatu kelompok militan
(yang lebih dikenal dengan Harimau Nan Salapan) yang berpaham pondametalis keras yang berhasil mendesak kaum adat hampir
diseluruh Minangkabau. Semenjak tahun 1803 Nagari Kamang termasuk salah satu
pusat gerakan Kaum Paderi hasil gemblengan tokoh-tokoh “Harimau Nan Salapan”
yang semula berusaha menghilangkan kebiasaan kaum adat yang dilarang agama
islam. Sekarang timbul pertanyaan, mengapa Nagari Kamang yang dijadikan salah
satu pusat gerakan kaum paderi? Ada beberapa alasan yang mendasari kamang dijadikan sebagai pusat
gerakan paderi;
1.
Masyarakat
Kamang telah banyak mempelajari dan menyebarkan ajaran Islam. Adapun tempatnya
adalah di Mesjid Taluak.
2.
Boleh
dikatakan tidak ada pertentangan antara pemimpin agama dengan pemimpin adat, sehingga
ulama tidak ada menemui hambatan dalam menyebarkan ajaran islam.
3.
Faktor
alam: para pemimpin paderi pada waktu itu juga telah memperkirakan segala
kemungkinan yang akan terjadi dari kegiatan mereka, yaitu peperangan. Dilihat
dari alamnya di sekeliling Nagari Kamang ditumbuhi oleh aur berduri yang
ditanam oleh nenek moyang mereka dahulu sebagai batas nagari (baca Sejarah dan
Sosiologi Nagari Kamang Hilir), berarti Nagari Kamang telah ada bentengnya
(benteng alam).
Menyinggung kita kembali Mesjid Taluak.
Mesjid Taluak adalah mesjid yang pertama kali dibangun di Kamang pada tahun
1800 atas prakarsa ulama termasyhur waktu itu yang bernama Tuangku Labai
Diaceh. Pada awalnya mesjid ini digunakan oleh masyarakat Kamang untuk Shalat
Jum’at.dan sekaligus tempat pendidikan agama. Setelah bangkitnya kaum paderi,
mesjid tersebut dijadikan tempat bermusyawarah pimpinan paderi. Di sinilah
Tuangku Nan Renceh, H.Piobang dan H.Sumanik, pernah menggembleng beberapa orang
perwira Paderi, diantaranya Peto Syarif yang kelak dikenal dengan nama Tuangku
Imam Bonjol dan Tuangku Rao yang dalam perjuangannya kemudian berhasil
meng-islamkan tanah Batak Selatan. Sebagai Imam Besarnya di mesjid ini adalah
Tuangku Bajangguik Hitam. Beliau adalah penduduk Kamang asli dilahirkan di
Taluak dari pasukuan Jambak. Semasa mudanya hingga akhir hayat merupakan tokoh
santri yang sering memberikan dakwah kepada masyarakat dan kader paderi. Selain
ulama pemberi dakwah beliau juga adalah pimpinan yang sangat disegani.
Pada saat
perang terbuka diseluruh Minangkabau melawan Belanda, Kamang juga menjadi ajang
pertempuran. Pimpinan langsung dipegang oleh Tuangku Bajangguik Hitam. Dia
langsung mengangkat senjata dan menjadikan mesjid Taluak pusat komando
perjuangan. Disinilah Tuangku Bajangguik Hitam selalu mengadakan pertemuan
dengan pemuka paderi Agam lainnya untuk saling bertukar fikiran maupun mengatur
strategi.
Setelah Belanda berhasil menaklukan
daerah sekitar Solok dan Batu Sangkar, mereka menyerbu Agam, salah satu
sasarannya adalah Kamang. Untuk
menaklukan Kamang bukanlah hal yang mudah. Ada 2(dua) faktor penting yang
saling mendukung dalam menghadapi gerak maju pasukan Belanda. Pertama faktor Fanatis, dibawah panji-panji Islam
rakyat seolah-olah mempunyai kekuatan gaib menghadapi perang menempuh maut
tampa ragu. Kedua adalah faktor yang cukup unik yang tidak tercamtum dalam file
strategi medan yaitu faktor Benteng Alam
berupa tumbuhan aur berduri yang tumbuh subur sepanjang selatan Kamang, yang
ditanam oleh nenek moyang mereka (baca Sejarah dan Sosiologi Nagari Kamang
Hilir). Serangan Belanda ke Kamang pada Bulan Agustus 1822 dibawah pimpinan
Letkol Raaff dapat dipatahkan oleh pasukan Paderi. Pasukan Belanda dihalau
kembali oleh pasukan Paderi ke markasnya. Untuk membobolkan benteng ini Belanda
juga memakai teknik yang unik yaitu dengan melemparkan uang pecahan logam yang
banyak disepanjang aur berduri. Tampa disadari masyarakat di sekitar mulai
merambah aur sebagai benteng mereka sendiri untuk mendapatkan uang logam. Pintu
benteng mulai terbuka. Pintu benteng yang pertema terbuka adalah di perbatasan
Salo dengan Kamang, sehingga daerah tersebut mereka namai dengan Kubualah. Dengan demikian serangan pasukan
Belanda pada tahun 1832 dibawah pimpinan Vermeui Krieger setelah mendapat perlawanan
yang gigih dari pejuang Paderi berhasil masuk ke Kamang, pertempuran
menjalar sampai ke kampung-kampung, yang banyak menimbulkan korban kedua belah pihak.
Belanda terus meningkatkan serangan, tetapi tidak berhasil menemukan Tuangku
Bajangguik Hitam. Karena kesal Belanda membakar Mesjid Taluak.
Residen Letnan Kolonel Elout di
Padang sangat marah mendapat laporan dari medan pertempuran di Kamang, dan memutuskan
untuk melakukan serangan besar-besaran. Tidak kurang dari 8 kapal mengangkut
tentara dari Jawa yang dipimpin oleh seorang Mayor Jenderal yang membawahi
3.500 tentara ditambah 12.000 tentara bantuan. Kamang diserang dari 4 jurusan :
1. Dari Bukittinggi melalui Koriri (Kuliriak, Tilatang) dipimpin
oleh Mayor De Buus.
2. Dari Suliki Suliki melalui Bukit Barisan untuk menikam dari
belakang dipimpin oleh Mayor De Quay.
3. Dari Bukittinggi melalui Baso-Salo dipimpin oleh Letnan
Kolonel Elout.
4. Ditambah satu Detasemen untuk memancing perhatian pasukan
Paderi bergerak dari Magek dibawah pimpinan Van der Tuuk.
Makam Tuangku Bajangguik Hitam
Pahlawan Perang Paderi di
Kamang
Benteng Kamang dipertahankan mati-matian oleh pasukan paderi
dibawah pimpinan Tuangku Bajangguk Hitam yang bermarkas di Mesjid Taluak ditepi
Batang Agam. Serangan hari pertama pada tanggal 9 Juli 1833 gagal karena
pasukan dari Suliki terlambat datang. Barulah pada tanggal 10 Juli 1833 Kamang
dapat diduduki oleh Belanda setelah terjadi parang basosoh selama 2 hari di
suatu tempat tidak jauh dari mesjid Taluak. Disinilah bergelimpangan mayat
tentara kedua belah pihak. Pihak Belanda tewas 100 orang diantaranya 3 Perwira
termasuk Mayor De Buus. Karena banyaknya darah tentara yang tertumpah disana,
untuk beberapa lama daerah ini berbau anyir, sehingga masyarakat menamai daerah
itu “Pasia Anyia”. Dalam pertempuran kali ini walaupun Tuangku Bajangguik Hitam
telah berjuang sekuat kemampuan akhirnya gugur sebagai Pahlawan Perang Paderi.
Jenazahnya dimakamkan didepan mesjid yang telah dibakar Belanda
(sekarang telah menjadi Komplek Makam Palawan Perang Kamang 15 Juni 1908, masih
terawat dengan baik). Dengan gugurnya Tuangku Bajangguik Hitam sebagai Pahlawan
Paderi di Kamang, secara fisik maka
berakhirlah perlawanan kaum paderi di Kamang,
namun watak anti penjajahan masih
tumbuh subur dalam jiwa rakyat Kamang. Ini dapat terlihat dikemudian hari
dengan adanya Perang Kamang 1908,
Pemberontakan Kamang 1926 dan mempertahankan kemerdekaan pada waktu Agresi Militer
Belanda pada tahun 1947 s/d 1949.
Makam Pahlawan Perang Kamang 15 Juni 1908 di Taluak Kamang
Hilia
di dalamnya ada beberapa makam Pahlawan Perang Paderi di
Kamang
diantaranya
MakamTuangku Bajangguik Hitam
Referensi:
1.
Kamang Dalam Lintasan
Sejarah Perjuangan Bangsa, Tim Penyusun Mongrafi Kamang, 1995.
2.
Kamang Dalam
Pertumbuhnan dan Perjuangan Menentang Kolonialis, A.Sutan Majo Indo, 1996
3.
Pemberontakan Pajak
1908, Rusli Amran, 1988.